Senin, 07 Maret 2016

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM BESERTA KELEBIHAN DAN KEKURANGANNYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM



MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM BESERTA KELEBIHAN DAN KEKURANGANNYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM

A.    Pendahuluan
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah disusun secara sistematis merupakan hal yang berperan penting bagi peserta didik. Tujuan, bahan, proses dan evaluasi pendidikan tercantum di dalamnya, dan hal itulah yang menjadi jaminan keberhasilan pendidikan bagi peserta didik. Keberhasilan pendidikan tersebut salah satunya bisa dilihat dari terbentuknya peserta didik yang mampu menghadapi perkembangan zaman beserta perkembangan teknologinya. Untuk mempersiapkan peserta didik tersebut maka perlu untuk melakukan pengembangan kurikulum pendidikan. 

B.     Pengertian model pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan itu telah terjadi pada siswa. Pada prinsipnya pengembangan kurikulum berkisar pada pengembangan aspek ilmu pengetahuan dan teknologi yang perlu diimbangi dengan perkembangan pendidikan. Tetapi pada kenyataannya manusia memiliki keterbatasan dalam kemampuan menerima, menyampaikan dan mengoleh informasi, untuk itulah dibutuhkan proses pengembangan kurikulum yang akurat, terseleksi dan memiliki tingkat relevansi yang kuat. Dengan demikian, diperlukan suatu model pengembangan kurikulum dengan pendekatan yang sesuai.
Model pengembangan kurikulum merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula hanya mencakup salah satu komponen kurikulum. Ada yang memberikan ulasan tentang suatu proses kurikulum, dan ada juga yang hanya menekankan pada mekanisme pengembangannya saja.
Sedapat mungkin dalam pengembangan kurikulum didasarkan pada faktor-faktor yang konstan yaitu pengembangan model kurikulum perlu didasarkan pada tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan evaluasi yang tergambarkan dalam proses pengembangan tersebut.

C.    Macam-macam model pengembangan kurikulum
Adapun model-model pengembangan kurikulum yaitu sebagai berikut:
1.      Hilda Taba
Model pengembangan kurikulum Taba adalah model yang memodifikasi model dasar Tyler. Adapun langkah-langkah dalam proses pengembangan kurikulum Taba adalah:
Step 1: Diagnosis of needs
Step 2: Formulation of objectives
Step 3: Selection of content
Step 4: Organization of content
Step 5: Selection of learning experiences
Step 6: Organization of learning experiences
Step 7: Determination of what to evaluate and of the ways and means of doing it.
Berdasarkan hal tersebut, kita dapat mengetahui bahwa langkah-langkah yang digunakan Taba dalam mengembangkan kurikulum adalah diagnosis kebutuhan, formulasi pokok-pokok, seleksi isi, organisasi isi, seleksi pengalaman belajar, organisasi pengalaman belajar, dan penentuan tentang apa yang harus dievaluasi dan cara untuk melakukannya.
Diagnosis merupakan langkah pertama yang paling penting dalam menentukan kurikulum apa yang seharusnya diberikan kepada siswa. Karena latar belakang siswa sangat beragam, maka perlu untuk mendiagnosa perbedaan atau jurang pemisah, kekurangan dan variasi dalam latar belakang tersebut. Menurut Taba sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah Idi bahwa mendiagnosis kebutuhan anak didik merupakan hal pertama yang sangat penting. Informasi ini berguna dalam menentukan langkah keduanya yaitu formulasi yang jelas dan tujuan-tujuan yang komprehensif untuk membentuk dasar pengembangan elemen-elemen berikutnya. Dan hakikat tujuan (objectives) akan menentukan jenis pelajaran yang perlu diikuti.
Adapun beberapa area yang perlu diperhatikan dalam merumuskan tujuan menurut Taba adalah sebagai berikut.
a.       Concepts or ideas to be learned (konsep atau ide yang akan dipelajari)
b.      Attitude, sensitivities, and feelings to be developed (sikap, sensitivitas, dan perasaan yang akan dibangun)
c.       Ways of thinking to be reinforced, strengthened, or initiated (pola pikir yang akan ditekankan, dikuatkan, atau dirumuskan)
d.      Habits and skills to be mastered (kebiasaan dan kemampuan yang akan dikuasai)
Selanjutnya Taba juga memberikan beberapa kriteria dalam memformulasikan tujuan dalam pendidikan yaitu:
a.       A statement of objectives should describe both of the kind of behavior expected and the content or the context to which that behavior applies.
Seharusnya pernyataan tujuan menggambarkan sikap yang diharapkan dan isi dari penerapan sikap. Menurut Zainal Arifin bahwa yang dimaksud dengan “the content or the context to which that behavior applies” adalah isi yang terdapat dalam setiap mata pelajaran.
b.      Complex objectives need to be stated analytically and specifically enough so that there is no doubt as to the kind of behavior expected, or what the behavior applies to.
Tujuan yang komplek perlu dianalisis dan dispesifikan sehingga tidak ada keraguan terhadap sikap yang diharapkan atau sikap yang diterapkan.
c.       Objectives should also be so formulated that there are clear distinctions among learning experiences required to attain different behavior.
Tujuan hendaknya memberikan petunjuk bahwa ada perbedaan yang jelas tentang pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk mencapai sikap yang berbeda.
d.      Objectives are developmental, representing roads to travel rather than terminal points.
Tujuan adalah hal yang dikembangkan, yang merupakan langkah (perjalanan) yang lebih dari sekedar titik akhir.
e.       Objectives should be realistic and should include only what can be translated into curriculum and classroom experiences.
Tujuan seharusnya realistis dan seharusnya termasuk hal yang dapat diterjemahkan ke dalam kurikulum dan pengalaman belajar.
f.       The scope of objectives should be broad enough to encompass all types of outcomes for which to school is responsible.
Jangkauan dari tujuan seharusnya menyeluruh yang meliputi semua tujuan yang akan dicapai sekolah.
Sedangkan dalam langkah ketiga yaitu seleksi isi, Taba memberikan kriteria sebagai berikut:
a.       Validity of significance of content (validitas dan signifikansi isi)
b.      Consistency with social realities (konsisten dengan realitas sosial)
c.       Balance of breadth and depth (keseimbangan antara keluasan dan kedalaman)
d.      Provision for wide range of objectives (ketentuan untuk keluasan cakupan dari tujuan)
e.       Learn ability and adaptability to experiences of students (pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan sesuai dengan pengalaman siswa)
f.       Appropriateness to the needs and interests of the students (sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa).
Langkah keempat dalam model Taba adalah organisasi isi, dimana terdapat tiga macam organisasi kurikulum yaitu, sparated subject curriculum (kurikulum dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah), correlated curriculum (sejumlah mata pelajaran dihubungkan antara satu dengan yang lainnya), dan broad field curriculum (mengkombinasikan beberapa mata pelajaran). Pada langkah kelima yaitu seleksi pengalaman belajar ini, Ella Yuleawati sebagaimana yang dikuti oleh Arifin memberikan kriteria yang perlu dicermati.
a.       Validitas, dapat diterapkan di sekolah
b.      Kelayakan dalam hal waktu, kemampuan guru, fasilitas sekolah, dan pemenuhan terhadap harapan masyarakat.
c.       Optimal dalam mengembangkan kemampuan peserta didik.
d.      Memberikan peluang untuk pengembangan berpikir rasional
e.       Memberikan peluang pengembangan kemampuan peserta didik sebagai individu dan anggota masyarakat
f.       Terbuka terhadap hal baru dan toleransi terhadap perbedaan peserta didik.
g.      Memotivasi belajar lebih lanjut.
h.      Memenuhi kebutuhan peserta didik
i.        Memperluas minat peserta didik
j.        Mengembangkan kebutuhan pengembangan ranah kognitif, afektif, psikomotorik, sosial, emosi, dan spiritual peserta didik.
Tahap organisasi pengalaman belajar selanjutnya harus memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik. Pada tahap yang terakhir yaitu evaluasi dan cara melakukan evaluasi Taba menganjurkan beberapa hal yaitu:
a.       Criteria for a program of evaluation (menentukan kriteria program penilaian)
b.      A comprehensive evaluation program (menyusun program penilaian yang menyeluruh)
c.       Techniques for securing evidence (teknik mengumpulkan data)
d.      Interpretation of evaluation data (menginterpretasikan data penilaian)
e.       Translation of evaluation data into the curriculum (menerjemahkan data evaluasi ke dalam kurikulum)
f.       Evaluation as a cooperative enterprise. (evaluasi sebagai usaha kerjasama)
Dakir menyatakan bahwa model pengembangan kurikulum yang dikembangan Taba ini adalah model terbalik yang didapatkan atas dasar data induktif, karena biasanya pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-konsep yang datangnya dari atas secara deduktif. Sedangkan model Taba ini dilaksanakan dengan terlebih dahulu mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun teori atas dasar hasil nyata, kemudian diadakan pelaksanaan.
Secara lebih detail Nana Syaodih Sukmadinata menunjukkan lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik Taba. Pertama mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Kedua, menguji unit eksperimen. Ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Kelima adalah implementasi dan diseminasi.
Model pengembangan kurikulum Tyler dan Taba dikategorikan ke dalam Rational Model atau Objectives Model, karena keduanya berpendapat bahwa dalam pengembangan kurikulum bersifat rasional, sistematis dan berfokus pada tujuan. Model tersebut memiliki beberapa kelebihan dan juga kekurangan sebagai berikut.
Adapun kelebihan Rational Model yaitu:
a.       Menghindari kebingungan dimana para pendidik dan para pengembang kurikulum memberikan suatu jalan yang tidak berbelit-belit dan mempunyai pendekatan waktu yang efisien sehingga bisa menemukan atau melakukan tugas kurikulum dengan baik.
b.      Dengan menekankan pada peranan dan nilai tujuan-tujuan (objectives), model ini membuat para pengembang kurikulum bisa berpikir serius tentang tugas mereka.
c.       Dengan tata urutan pengembangan kurikulum dari tujuan, formulasi isi, aktivitas belajar, sampai pada evaluasi sejauh mana tujuan-tujuan tersebut dicapai, merupakan daya tarik tersendiri dari model ini.

Sedangkan kelemahan Rational Model yaitu:
a.       Latar belakang pengalaman dan kurangnya persiapan diri seorang pendidik untuk berpikir dan mengembangkan pemikirannya secara logis dan sistematis akan mengalami kesulitan dalam menggunakan model ini.
b.      Kurang jelasnya hakikat belajar mengajar, karena seringkali pembelajaran justru terjadi di luar tujuan-tujuan tersebut.
c.       Terlalu berlebihan menekankan pada formula hasil seperti mementingkan tujuan perilaku (behavior objectives).



2.      Audery dan Howard Nicholls
Audery dan Howard Nicholls mendefinisikan kembali metode Tyler, Taba, dan Wheeler dengan menekankan pada kurikulum proses yang bersiklus atau berbentuk lingkaran dengan langkah awalnya adalah analisis situasi. Mereka menitikberatkan pada pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan untuk kurikulum baru yang muncul dari adanya perubahan situasi. Fase analisis situasi ini merupakan sesuatu yang memaksa para pengembang kurikulum untuk lebih responsif terhadap lingkungan dan terutama dengan kebutuhan anak didik.
Adapun langkah-langkah tersebut adalah:
a.       Situational analisys (analisis situasi)
b.      Selection of objectives (seleksi tujuan)
c.       Selection and organization of content (seleksi dan organisasi isi)
d.      Selection and organization of method (seleksi dan organisasi metode)
e.       Evaluation (evaluasi)
Model pengembangan Wheeler dan Nicholls termasuk ke dalam model pengembangan kurikulum cycle models. Sama dengan rational models, maka cycle models ini juga memiliki beberapa kelebihan dan juga kelemahan. Adapun kelebihan dari cycle models adalah:
a.       Memiliki struktur logis kurikulum yang dikembangkannya
b.      Dengan menerapkan situational analysis sebagai titik permulaan dapat memberikan dasar data sehingga tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan.
c.       Melihat berbagai elemen kurikulum sebagai asal yang terus menerus, sehingga dapat menanggulangi situasi-situasi baru dan mempunyai konsekuensi untuk bereaksi terhadap perubahan situasi.
Sedangkan kelemahan dari cycle models adalah karena model ini memiliki beberapa kesamaan dengan rational model  maka kelemahan yang dimiliki oleh model ini pun hampir sama dengan yang telah diuraikan sebelumnya. Tetapi kelemahan yang lebih menonjol adalah membutuhkan banyak waktu untuk menganalisis situasi belajar. Melihat kondisi juga bahwa kebanyakan pendidik lebih suka mengandalkan intuisi daripada menggunakan basis data yang sistematis dan sesuai dengan situasi.

3.      Malcolm Skilbeck
Malcolm Skilbeck mengembangkan suatu interaksi alternative atau model dinamis bagi proses kurikulum, yang disebut dengan model dynamic in nature. Model ini menetapkan bahwa pengembang kurikulum harus mendahulukan suatu elemen kurikulum dan memulainya dengan suatu urutan dari urutan yang telah ditentukan oleh model rasional.
Jika dilihat bahwa susunan model ini secara logis termasuk kategori rational by nature. Skillbeck sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah idi mengingatkan bahwa pengembang kurikulum perlu mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langkah dari langkah yang ada dan meneruskannya dalam bentuk berurutan. Pengembang kurikulum juga harus mampu mengatasi segala perbedaan dalam langkah-langkah tersebut secara bersamaan.
Model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh Walker dan Skilback merupakan model pengembangan kurikulum Interaction Model atau Dynamic Model. Adapun kelebihan dari model pengembangan kurikulum ini adalah:
a.       Memiliki prosedur yang lebih realistis dan fleksibel untuk pengembangan kurikulum, khususnya dari sudut pandang guru atau pendidik yang tentunya memiliki tugas yang banyak.
b.      Pengembang lebih bebas dan menjadi lebih kreatif dengan tidak dituliskannya tujuan-tujuan yang bersifat perilaku.
Sedangkan kelemahan dari model pengembangan ini adalah:
a.       Dalam pelaksanaannya akan cukup membingungkan karena pendekatannya yang tidak sistematis sehingga akan memunculkan hasil yang kurang memuaskan.
b.      Kurangnya penekanan dalam menempatkan pembangunan dan penggunaan objectives serta petunjuk-petunjuk yang diberikan.
c.       Dengan tidak mengikuti susunan yang logis dalam pengembangan kurikulum, para pengembang hanya membuang-buang waktu sehingga kurang efektif dan efisien.

4.      Administratif
Model adminidtratif merupakan model pengembengan kurikulum paling lama, model ini sering disebut  “garis dan staf”  atau  “top down”  atau “ line staff”. Munculnya model tersebut berawal dari inisatif dan gagasan pengembangan dari para administrator pendidikan  dan menggguanakan  prosedur adminitrasi. Pengembangan model ini  bersentral pada wewenag dari pemerintahan pusat. Pemerintahan pusat melalui pejabat pendidikan yang berwenang dalam semisal dirjen pendiikan membentuk komisi pengarah pengembangan kurikulum. Anggota komisi  pengarah pengembangan kurikulum ini terdiri dari penjabat di bawah dirjen, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan.
Adapun tugas dari komisi pengarah kurikulum sebagai berikut:
1)      menyiapkan rumusan falsasfah
2)      merumuskan konsep-konsep dasar
3)       merumuskan landasan
4)       merumuskan kebijaksanaan
5)       merumuskan strategi utama 
6)       merencanakan garis-garis besar kebijaksanaan
7)       memberikan garis-garis besar kebijaksanaan
8)      membentuk tujuan umum pendidikan.
Setelah komisi tersebut menyelesaikan tugas kemudian membentuk dan mengkaji secara seksama, kemudian membentuk komisi kerja penngembangan kurikulum. Para anggota komisi ini terdiri dari para ahli kurikulum dan pendidikan, ahli disipiln ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru bidang studi yang senior.  Tugas dari tim kerja pengembangan bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional, dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yangntelah digariskan oleh tim pengarah. Tugas dari tim kerja pengembangan kurikululum ini yaitu:
1)      merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan umum
2)      memilih dan menyusun sekeuens bahan pelajaran
3)      memilih strategi pengajaran dan evaluasi
4)      serta menyusun pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum, hasil kerja dari komisi ini kemudian dikaji oleh tim pengarah serta para ahli yang kompeten atau penjabat yang kompeten. Selanjutnya diadakan pengakajian tahap selajutnya adalah uji coba. Pelaksanaan uji coba rancangan kurikulum tersebut adalah sebuah komisi yang ditunjuk panitia pengarah yang anggotanya sebagaian besar terdiri dari kepala sekolah. Setelah penelitian uji coba, komisi pengarah menelaah atau mengevaluasi sekali lagi  rancangan kurikulum tersebut baru kemudian memutuskan pelaksanaanya. Apabila sudah diputuskan untuk memakai pengambangan kurikulum maka komisi pengarah pengembangan akan memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut.
Pengembangan kurikulim model adminitratif tersebut menekankan kegiatannya pada orang-orang terlibat pada yang terlibat sesuai denagan tugas dan fungsinya masing-masing. Berhubung pengembangan kegiatan berasal dari atas ke bawah, pada dasarnya model ini mudah dilaksanakan pada Negara yang menganut sistem sentralisasi dan negara dengan kemampuan tenaga pengajaranya masih rendah. Kelemahan-kelemahan model ini sebagi berikut :
a.       kurang pekanya terhadap adanya perubahan masyarakat, di samping juga karena kurikulum ini biasanya bersifat seragam secara nasional sehingga kadang-kadang melupakan atau mengambaikan adanya kebutuhan dan kekhususan yang ada pada tiap daerah
b.      pada prinsipnya pengembangan kurikulum dengan model ini bersifat tidak demokratis, karena prakarsa, inisiatif dan arahan dilakukan melalui garis staf hirarkis dari atas ke bawah, bukan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi dari bawah ke atas;
c.       pengalaman menunjukkan bahwa model ini bukan alat yang efektif dalam perubahan kurikulum secara signifikan, karena perubahan kurikulum tidak mengacu pada perubahan masyarakat, melainkan semata-mata melalui manipulasi organisasi dengan pembentukkan macam-macam kepanitian .
d.      kelemahan utama dari model administratif adalah diterapkannya konsep dua fase, yakni konsep yang mengubah kurikulum lama menjadi kurikulum baru secara uniform melalui sistem sekolah dalam dua fase sendiri-sendiri, yakni penyiapan dokumen kurikulum baru, dan fase pelaksanaan dokumen kurikulum tersebut.

5.      Model Grass Roots (dari bawah)
Jika pada pemgembangan model administratif kegiatan pengembangan kurikulum berasal dari atas, model ini inisatif justru berasal dari bawah, yaitu dari para penganjar yang merupakan para pelaksana kurikulum di sekolah-sekolah. Model pengembangan kurikulum administratif bersifat sentralisasi, sedangakan model grass roots akan berkembang pada sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Model ini mendasarkan diri pada anggapan bahwa penerapan suatu kurikulum akan lebih efektif jika para pelaksanaanya di sekolah sudah diikutsertakan sejak mula pengembangan kurikulum itu.
Dalam model pengmbangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu bidang studi atau beberapa bidang studi  ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Pengembangan model grass roots ini juga menuntut adanya kerja antara guru antara sekolah secara baik, di samping juga harus ada juga kerja sama dengan pihak di luar sekolah khususnya orang tua dan mayarakat.
Pada pelaksanaanya, para administrator cukup memberikan bimbingan dan dorangan kepada staf pengajar. Setelah menyelesaikan tahap tertentu, bisanya diadakan lokakarya untuk membahas hasil yang telah dicapai dan sebaliknya merencanakan kegiatan yang akan dilakuakan selanjutnya. Pengikut lokakarya di samping para pengajar dan kepala sekolah juga melibatkan orang tua dan anggota masyarakat lainya, serta para konsultan dan para narasumber yang lain. Apabila  kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitasnya biaya maupun kemampuan bahan-bahan kepustakaan, pengembangan model grass roots akan dilaksanakan lebih baik. Orientasi yang demokratis dari rekayasa Model Grass Roots bertanggung jawab membangkitkan apa yang menjadi dua aksioma kemantapan sebuah kurikulum :
a.       Bahwa sebuah kurikulum hanya dapat diterapkan secara berhasil apabila guru-guru dilibatkan secara intim dengan proses pembuatan (konstruksi) dan pengembangannya
b.      Bukan hanya para professional, tetapi murid, orang tua, anggota masyarakat lain harus dimasukkan dalam proses pengembangan kurikulum.
Hal ini didasarkan pada atas pertimbangan bahwa guru adalah peracana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di sekolah. Dialah yang paling tahu kebutuhannya di kelas , oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip pengemnbangan kurikulum yang dikemukakan oleh Smith, Stenley dan Shores dalam  Nana Syaodih Sukmadinata (1999: 163):
a.       The curriculum will improve only as the professional competence of teacher improves.
b.      The competence of teacher will be improved only as the teacher become involved personally in the problems of curriculum revision
c.       If teacher share in shaping the goals to be attained, in selecting, definding, and sloving the problems tobe encountered , and in judging, and evaluating the rusults, their involvement will be most nearly assured.
d.      As people meet in face-to-face groups, the will be  able to understand one another better and to reach a consensus on basic principles, goals  and plans.
Guru adalah sebagai kunci dalam rekayasa kurikulum yang efektif, digambarkan pada (4) prinsip yang menjadi dasar Model Grass Roots, yaitu :
a.       kurikulum akan baik apabila kemampuan profesioanl guru baik
b.      kompetensi guru akan membaik apabila guru terlibat secara pribadi dalam masalah-masalah peibaikan (revisi) kurikulum
c.       jika guru urun rembug dalam membentuk tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam memilih, mendefinisikan, memecahkan masalah yang akan dihadapi, mempertimbangkan dan menilai hasil maka keterlibataimya paling terjamin
d.      karena orang bertemu dalam kelompok, tatap muka, mereka akan dapat memahami satu sama lain lebih baik dan untuk mencapai suatu konsensus berdasarkan prinsip-prinsip dasar, tujuan-tujuan dan rencana-rencana
Secara singkat diagram kerja pengembangan model grass roots sebagai berikut: Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungking hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi munngking pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis  pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi sekolsh atau daerah lain.  Keuntungan dari model ini adalah proses pengambilan keputusan terletak pada pelaksana, mengikutsertakan pihak bawah khussnya para staff mengajar dan memungking terjadinya kompetensi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.

6.      Beuchamp
Sesuai dengan namanya, model ini diformulasikan oleh G.A. Beauchamp (1964) , yaitu mengemukan ada lima langkah penting dalam pengembilan keputusan pengembangan kurikulum.  Menurut Beauchamp untuk nierancang sebuah kurikulum harus ditempuh lima (5) langkah. Langkah Pertama, Pejabat pemerintah yang berwenang dalam pengembangan kurikulum harus menentukan lebih dahulu lokasi atau wilayah yang akan dijadikan pilot proyek untuk pengembangan kurikulum. Pemilahan lokasi atau wilayah yang ditentukan sesuai dengan skala pengembangan kurikulum yang telah direncanakan. Bila kurikulum yang ingin dikembangkan berskala makro atau nasional, maka wilayah atau lokasi yang akan dijadikan pilot proyek adalah propinsi, seandainya bersifat daerah atau berskala mikro maka kabupaten dapat dijadikan lokasi pilot proyek.
Langkah Kedua, Setelah wilayah atau lokasi yang akan menjadi pilot proyek sudah ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah menentukan personalia yang akan ikut terlibat di dalam pengembangan kurikulum. Beauchamp melibatkan orang-orang dari staf ahli kurikulum, pakar kurikulum dari perguruan tinggi dan guru-guru sekolah yang telah dipilih, pakar pendidikan, masyarakat yang dihimpun dari berbagai kalangan yaitu dari pengarang atau penulis, penerbit, politikus, pejabat pemerintah, pengusaha dan industriawan.
Langkah Ketiga, Bila personalia sudah disusun dengan baik maka langkah berikutnya adalah pengorganisasian person-person tersebut dalam lima (5) tim yang terdiri dari :
a.       tim pengembang kurikulum
b.      tim peneliti kurikulum yang sedang dipakai atau sedang dipergunakan
c.       tim untuk mempelajari kemungkinan penyusunan kurikulum bam
d.      tim perumus untuk kriteria-kriteria kurikulum yang akan disusun.
e.       tim penyusun dan penulis kurikulum baru
Sedangkan prosedur kerja yang akan dilalui adalah sebagai berikut :
a.       merumuskan tujuan baik tujuan umum maupun tujuan khusus
b.      memilih atau menseleksi materi
c.       menentukan pengalaman belajar
d.      menentukan kegiatan dan evaluasi
e.       menentukan desain
Langkah Keempat, Pada langkah ini ditentukan implementasi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum mempakan pekerjaan yng cukup rumit karena membutuhkan kesiapan dalam banyak hal, seperti guru sebagai pelaksana kurikulum dikelas, fasilitas, siswa, dana, manajerial pimpinan sekolah atau administrator sekolah.
Langkah Kelima, Setelah semua kebutuhan untuk kepentingan pelaksanaan atau implementasi terpenuhi dan sudah dapat dilaksanakan, maka langkah berikutnya yang merupakan langkah terakhir dari pengembangan kurikulum model beauchamp adalah mengevaluasi kurikulum.
Beauchamp mengemukakan hal-hal yang harus dievaluasi, yaitu :
a.       Evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum oleh guru
b.      Evaluasi terhadap desain kurikulum
c.       Evaluasi terhadap hasil belajar siswa
d.      Evaluasi terhadap sistem dalam kurikulum
Pengembangan kurikulum model Beauchamps memandang pengembangan kurikulum tersebut dalam prosesnya secara menyeluruh. Keuntangan model ini adalah adanya penegasan areana yang kiranya akan mempermudah dan memperjelas ruang lingkup kegiatan. Kelemahan seperti halnya model administratif, adlah kurang pekanya terhadap perubahan masyarakat dan kurang memperhatikan keadaaan daerah yang antara satu dengan lainnya menuntutnya ada kekhususan-kekhususan tertentu.

7.      Roger Interpersonal Relations Model
Meskipun Rogers bukan seorang ahli pendidikan tetapi ahli psikologi tetapi konsep-konsepnya, tetaapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khusunya dalam membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan bidang pendidikan. Dia sangat terkenal dengan pendekatan "nondirectve" dan "humanistic" dalam pengajaran dan perencanaan kurikulum. Memang ia banyak mengukapkan konsepnya tentang perkembangan dan perubahan individu. 
Muriel Crosby dalam bukunya yang berjudul "Who changes the Curriculum and?" dan diterbitkan oleh Allyn & Bacon Publishers pada tahun 1970 mengungkapkan : "perubahan kurikulum adalah perubahan manusia" (Curriculum change is people change) sangat berkait erat dengan konsep yang dikemukakan Carl Rogers melalui model pengembangan kurikulum yang berpusat pada perubahan manusia (people change).
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, chaging), sesungguhnya ia memepunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendir, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu  ia membutuhkan orang untuk membantu mempelanacar atau memepercepat perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk membantu mempelancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainya bukan memberikan informassi apalagi penentu perkembangan anaknya, mereka hanyalah pendorong dan pemenlancar perkembangan anak.
Rogers memperluas tentang terapi sebagai suatu model belajar untuk pendidikan : ia percaya bahwa hubungan antar insani yang positif memungkinkan orang tumbuh dan oleh karenanya pengajaran harus berdasarkan konsep human relation bukan pada mata pelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator yang memiliki personal relationship dengan siswa dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Salah satu cara untuk proses itu adalah melalui proses pendidikan, sebab pendidikan merupakan upaya untuk memperlancar dan mempercepat perubahan pada diri manusia, Guru serta unsur-unsur pendidik lainnya bukan sebagai pemberi informasi atau penentu perkembangan anak, tetapi mereka hanya pendorong dan yang memperlancar perkembangan individu yang belajar.
Dengan model pengembangan kurikulum interpersonal relation ini, Carl Rogers berpendapat, bahwa kurikulum diperlakukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes dan adaptif terhadap situasi perubahan.
Kurikulum tersebut hanya dapat disusun dan diterapkan oleh unsur-unsur pendidikan serta yang lainnya yang terbuka, luwes dan berorientasi pada proses. Untuk itu diperiukan pengalaman kelompok dalam latihan sensitif (sensitivity traming).
Ada empat tahap dalam pengembangan kurikulum model "Rogers Interpersonal Relation", yaitu:
a.       Pemilihan suatu target sistem pendidikan
Penentuan target ini berdasarkan kriteria yang menjadi pegangan yakni adanya kesediaan dari administrator / pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok intensif
Selama satu minggu para administrator / pejabat pendidikan melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang rileks / tidak formal, untuk itu diperlukan suatu tempat khusus yang agak terpisahjauh dari kehidupan kerja.Melalui kegiatan kelompok itu, mereka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai berikut:
1)      Tidak terlalu mempertahankan pendiriannya, sehingga dapat menerima saran orang lain.
2)      Lebih mudah untuk menerima ide-ide pembaharuan.
3)      Mampu mengurangi kekuasaan birokratis.
4)      Komunikasinya lebih jelas serta realistis terhadap atasan, teman sebaya dan bawahan
5)      Lebih berorientasi pada sifat kemanusiaan dan demokratis
6)      Lebih terbuka untuk menyelesaikan perselisihan antar sesama anggota kelompok.
7)      Lebih mampu untuk menerima saran dan kritik demi perbaikan.

b.      Pengalaman kelompok yang intensif bagi guru
Pertemuan selama seminggu atau pertemuan yang diadakan dalam minggu akhir yang panjang perlu diadakan untuk saling mengenal antar sesama peserta. Dalam pertemuan tersebut diharapkan terjadi pertukaran informasi. Demikian pula guru yang skeptis dan menentang mungkin akan melihat pembaharuan dari sisi lain, sehingga kemungkinan besar terjadi perubahan sikap menerima.
Keikutsertaan guru dalam kelompok sebaiknya bersifat sukarela. Efek yang akan diterima guru-guru sama dengan para administrator pendidikan, dengan beberapa tambahan sebagai berikut:
a)      Lebih mampu untuk mendengarkan keluhan siswa
b)      Mau menerima pembaharuan melalu peritiwa "siswa menggangu" kelas oleh siswa tertentu dari pada siswa yang pendiam.
c)      Sangat perhatian terhadap hubungannya dengan para siswa, begitu juga yang dilakukannya terhadap isi mata pelajaran.
d)     Masalah yang timbul dipecahkan bersama dengan para siswa dan tidak melalui tindakan hukuman.
e)      Mampu mengembangkan suasana kesamaan hak dan kewajiban sehingga timbul suasana demokratis di dalam kelas.

c.       Pengembangan pengalaman kelompok vanp intensif bagi kelas
Caranya mengikutsertakan satu unit kelas dalam pertemuan lima hari. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kelompok secara aktif, den^an fasilitator para guru, administrator pendidikan, dan administrator dari luar. Dengan kegiatan itu diharapkan menumbuhkan suasana hubungan yang baik antara siswa yang satu dengan yang lain. Perubahan yang terjadi pada diri siswa:
1)      Merasa bebas mengemukakan pendapatnya didalam kelas
2)      Semangat untuk belajar bertambah, karenanya timbul persaingan yang sehat untuk pandai.
3)      Memiliki tenggang rasa dalam hubungan antar siswa di dalam pergaulan sehari- hari.
4)      Tidak mempunyai rasa tertekan karena tidak mengenal istilah hukuman yang bersifat fisik.
5)      Dia hormat dan patuh pada guru maupun admistrator karena adanya wibawa.
6)      Mempunyai anggapan bahwa dengan belajar akan mampu menghadapi kehidupan masa depan.

d.      Keterlibatan orang tua dalam pengalaman kelompok yang intensif
Kegiatan ini dapat dikordinasi oleh persatuan orang tua pada masing-masing sekolah. Kegiatan kelompok berlangsung selama tiga jam tiap sore selama satu minggu atau dua puluh satu jam selama tiga hari terus menerus. Jika kemungkinan, pertemuan demikian agar berbarengan dengan pertemuan unit kelas. Tujuan utama kegiatan ini adalah supaya orangtua, staf pengajar dan pimpinan sekolah atau administrator pendidikan lainnya dapat saling mengenal secara pribadi sehingga memudahkan pemecahan-pemecahan persoalan-persoalan yang dihadapi dunia pendidikan, khususnya persekolahan. Carl Rogers juga menyarankan, kalau mungkin ada pengalaman kegiatan kelompok yang bersifat campuran kulminasi dari model interpersonal adalah diselenggarakannya kelompok-kelompok vertical ("vertical groups") yang diikuti oleh partisipan. Perubahan kurikulum yang berhasil dapat dicapai bila ada hubungan efektifsecara horizontal dan across status-role lines.
Saran Carl Rogers tersebut adalah perlunya diadakan pertemnan vertical yang mendobrak hierarki birokrasi dan status sosial. Peserta kegiatan tersebut terdiri dari dua orang administrator, dua orang pimpinan sekolah, dua orang stafpengajar dan dua orang siswa.
Model pengembangan kurikulum ini mengutamakan hubungan antar pribadi yaitu penciptaan suasana akrab antar unsur-unsur pendidikan yang terlibat didalam pengembangan kurikulum, yaitu : adnunistrator, pimpinan sekolah, guru-guru serta para siswa, kebaikkannya antara lain :
1)      Sedikit kemungkinan terjadinya tekanan hierarld yang bersifat menghambat, sehingga diharapkan dapat menerapkan kurikulum yang lebih besar.
2)      Masing-masing unsur pendidikan khususnya yang terlibat langsung dalam pelaksanaan kurikulum, yaitu para guru tidak ragu mengemukakan pendapat dan gagasannya dalam pengembangan kurikulum
3)      Tidak timbul adanya dominasi kuat dari pihak "pusat/atas" untuk
4)      memaksakan kehendak politik di bidang pendidikan khususnya pengembangan kurikulum.
Ada tampaknya hal yang dapat dianggap sebagai tanda-tanda kelemahan / kekurangan pada model "Rogers Interpersonal Relation " dalam pengembangan kurikulum antara lain:
a.       Tampaknya tidak ada batas hubungan antara siswa dengan guru atau unsur pendidik lainnya, sehingga dikhawatirkan luntumya rasa hormat pada diri siswa.
b.      Memerlukan waktu yang lama dan sulit ditargetkan untuk penyelesaian secara tuntas dalam penyusunan kurikulum baru sebagai hasil dari pengembangan kurikulum.
c.       Memerlukan biaya yang tidak sedikit, mengingat banyaknya unsur yang terlibat sertajenis kegiatan yang dilakukan.
d.      Keterlibatan berbagai unsur pendidikan dalam proses pengembangan kurikulum tersebut, kemungkinan besar mengakibatkan kesulitan dalam pengorganisasiannya.

8.      D. K. Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler (1967) mempunyai argumen tersendiri pengembangan kurikulum (curriculum developers) dapat menggunakan suatu proses melingkar (a cycle process), yang namanya setiap elemen saling berhubungan dan bergantungan. 
Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah (phase)nya merupakan pengembangan secara logis terhadap model sebelumnya, di mana secara umum langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-langkah sebelumnya telah diselesaikan. Sebagai mantan akademisi Univerrsity of Western Australia, Wheeler mengembangkan ide-idenya sebagimana yang telah dilakukan pleh Tayler dan Taba. Wheeler menawarkan lima langkah itu jika dikembangkan dengan logis temporer, akan menghasilkan suatu kurikulum yang efektif. Dari lima langkahnya ini, sangat tampak bahwa Wheeler mengembangkan lebih lanjut apa yang telah dilakukan Tyler dan Taba meski hanya dipresentasikan agak berbeda.
Langkah-langkah atau phases Wheeler (Wheeler’s phases) adalah:
a.       Selection of aims, goals, and objectives (seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya)
b.      Selection of learning exprerinces to help achieve these aims, goals and objectives (seleksi pengalaman belajar untuk membantu mencapai maksud, tujuan, dan sasaran.)
c.       Selection of content through which certain types of experiences may be offered (Seleksi isi melalui tipe-tipe tertentu dari pengalaman yang mungking ditawarkan)
d.      Organization and intergration of learning exprinces and content with respect to the teaching learning process (organisasi dan intergrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan proses belajar dan mengajar)
e.       Evalution of esch phase and the problem of goals (evaluasi setiap fase dan masalah-masalah tujuan)
Kelebihangan dari model adalah :
a.       Memasukan berbagi kematangan yang berhubungan dengan objectives
b.      Struktur logis kurikulum yang dikembangkannya
c.       Menerapkan situasiasional analisys sebagai titik permulaan
Kekurangan dari model ini:
a.       Wajahnya yang bersifat logis
b.      Pengimplementasinya

D.    Hubungan model-model pengembangan kurikulum dengan sejarah perkembangan  kurikulum
Kita lihat dizaman sekarang begitu banyak model-model pengembangan kurikulum yang telah digunakan dinegara Indonesia. Dari masing-masing model pengembangan kurikulum tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kurikulum di Indonesia seiring berjalannya waktu terus berkembang untuk memperbaiki system pendidikan di Indonesia.
Berdasarkan sejarah kurikulum ketika dihubungkan dengan model-model pengembangan kurikulum yang digunakan dari kurikulum tahun 1945 sampai kurikulum 2013 yang kita kenal dengan sebutan K13 yaitu bahwa model-model pengembangan kurikulum sangat membantu dalam mengembangkan kurikulum yang ada di Indonesia. Dari berbagai macam model pengembangan kurikulum dapat digunakan dengan mengaitkan antara satu model dengan model yang lain dan juga dengan berbagai macam model pengembangan kurikulum dapat menutupi kelemahan antara model yang satu dengan model yang lainnya, sehingga dapat memudahkan pemerintah dalam proses pengembangan kurikulum itu sendiri.
 Yang mana kita ketahui bersama bahwa ketika model pengembangan kurikulum yang di gunakan untuk proses pengembangan kurikulum di Indonesia hanya satu, akan membuat pemerintah kesulitan dalam melakukan evaluasi untuk system pendidikan yang digunakan di Indonesia. Sehingga dengan begitu banyak model pengembangan kurikulum akan sangat membantu proses evaluasi kurikulum yang akan digunakan. 

DAFTAR PUSTAKA 

Abdulah Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Pratik. Ar RUZZ: Jogjakarta
Burhan Nurgiyantoro. 1988.  Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah (Sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan). BPFE : Jogajakarta
http://www.retcia.com/2011/12/model-model-pengembangan-kurikulum.html 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar