MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
BESERTA KELEBIHAN DAN KEKURANGANNYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN SEJARAH PERKEMBANGAN
KURIKULUM
A.
Pendahuluan
Kurikulum sebagai
program pendidikan yang telah disusun secara sistematis merupakan hal yang
berperan penting bagi peserta didik. Tujuan, bahan, proses dan evaluasi
pendidikan tercantum di dalamnya, dan hal itulah yang menjadi jaminan
keberhasilan pendidikan bagi peserta didik. Keberhasilan pendidikan tersebut
salah satunya bisa dilihat dari terbentuknya peserta didik yang mampu
menghadapi perkembangan zaman beserta perkembangan teknologinya. Untuk
mempersiapkan peserta didik tersebut maka perlu untuk melakukan pengembangan
kurikulum pendidikan.
B.
Pengertian
model pengembangan kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah perencanaan
kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah
perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai hingga mana perubahan-perubahan
itu telah terjadi pada siswa. Pada
prinsipnya pengembangan kurikulum berkisar pada pengembangan aspek ilmu
pengetahuan dan teknologi yang perlu diimbangi dengan perkembangan pendidikan.
Tetapi pada kenyataannya manusia memiliki keterbatasan dalam kemampuan
menerima, menyampaikan dan mengoleh informasi, untuk itulah dibutuhkan proses
pengembangan kurikulum yang akurat, terseleksi dan memiliki tingkat relevansi
yang kuat. Dengan demikian, diperlukan suatu model pengembangan kurikulum
dengan pendekatan yang sesuai.
Model pengembangan kurikulum merupakan ulasan teoritis
tentang suatu proses pengembangan kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula
hanya mencakup salah satu komponen kurikulum. Ada yang memberikan ulasan
tentang suatu proses kurikulum, dan ada juga yang hanya menekankan pada
mekanisme pengembangannya saja.
Sedapat mungkin dalam pengembangan kurikulum didasarkan pada
faktor-faktor yang konstan yaitu pengembangan model kurikulum perlu didasarkan
pada tujuan, bahan pelajaran, proses belajar mengajar, dan evaluasi yang
tergambarkan dalam proses pengembangan tersebut.
C.
Macam-macam model pengembangan
kurikulum
Adapun model-model pengembangan
kurikulum yaitu sebagai berikut:
1.
Hilda Taba
Model
pengembangan kurikulum Taba adalah model yang memodifikasi model dasar Tyler.
Adapun langkah-langkah dalam proses pengembangan kurikulum Taba adalah:
Step 1:
Diagnosis of needs
Step 2:
Formulation of objectives
Step 3:
Selection of content
Step 4:
Organization of content
Step 5:
Selection of learning experiences
Step 6:
Organization of learning experiences
Step 7:
Determination of what to evaluate and of the ways and means of doing it.
Berdasarkan
hal tersebut, kita dapat mengetahui bahwa langkah-langkah yang digunakan Taba
dalam mengembangkan kurikulum adalah diagnosis kebutuhan, formulasi
pokok-pokok, seleksi isi, organisasi isi, seleksi pengalaman belajar, organisasi
pengalaman belajar, dan penentuan tentang apa yang harus dievaluasi dan cara
untuk melakukannya.
Diagnosis
merupakan langkah pertama yang paling penting dalam menentukan kurikulum apa
yang seharusnya diberikan kepada siswa. Karena latar belakang siswa sangat
beragam, maka perlu untuk mendiagnosa perbedaan atau jurang pemisah, kekurangan
dan variasi dalam latar belakang tersebut. Menurut Taba sebagaimana yang
dikutip oleh Abdullah Idi bahwa mendiagnosis kebutuhan anak didik merupakan hal
pertama yang sangat penting. Informasi ini berguna dalam menentukan langkah
keduanya yaitu formulasi yang jelas dan tujuan-tujuan yang komprehensif untuk
membentuk dasar pengembangan elemen-elemen berikutnya. Dan hakikat tujuan (objectives)
akan menentukan jenis pelajaran yang perlu diikuti.
Adapun
beberapa area yang perlu diperhatikan dalam merumuskan tujuan menurut Taba
adalah sebagai berikut.
a. Concepts or ideas to be learned (konsep atau ide yang akan
dipelajari)
b. Attitude, sensitivities, and
feelings to be developed (sikap,
sensitivitas, dan perasaan yang akan dibangun)
c. Ways of thinking to be reinforced,
strengthened, or initiated (pola
pikir yang akan ditekankan, dikuatkan, atau dirumuskan)
d. Habits and skills to be mastered (kebiasaan dan kemampuan yang akan
dikuasai)
Selanjutnya
Taba juga memberikan beberapa kriteria dalam memformulasikan tujuan dalam
pendidikan yaitu:
a. A statement of objectives should
describe both of the kind of behavior expected and the content or the context
to which that behavior applies.
Seharusnya
pernyataan tujuan menggambarkan sikap yang diharapkan dan isi dari penerapan
sikap. Menurut Zainal Arifin bahwa yang dimaksud dengan “the content or the
context to which that behavior applies” adalah isi yang terdapat dalam
setiap mata pelajaran.
b. Complex objectives need to be stated
analytically and specifically enough so that there is no doubt as to the kind
of behavior expected, or what the behavior applies to.
Tujuan
yang komplek perlu dianalisis dan dispesifikan sehingga tidak ada keraguan terhadap
sikap yang diharapkan atau sikap yang diterapkan.
c. Objectives should also be so
formulated that there are clear distinctions among learning experiences
required to attain different behavior.
Tujuan
hendaknya memberikan petunjuk bahwa ada perbedaan yang jelas tentang pengalaman
belajar yang dibutuhkan untuk mencapai sikap yang berbeda.
d. Objectives are developmental,
representing roads to travel rather than terminal points.
Tujuan
adalah hal yang dikembangkan, yang merupakan langkah (perjalanan) yang lebih
dari sekedar titik akhir.
e. Objectives should be realistic and
should include only what can be translated into curriculum and classroom
experiences.
Tujuan
seharusnya realistis dan seharusnya termasuk hal yang dapat diterjemahkan ke
dalam kurikulum dan pengalaman belajar.
f. The scope of objectives should be
broad enough to encompass all types of outcomes for which to school is
responsible.
Jangkauan
dari tujuan seharusnya menyeluruh yang meliputi semua tujuan yang akan dicapai
sekolah.
Sedangkan
dalam langkah ketiga yaitu seleksi isi, Taba memberikan kriteria sebagai
berikut:
a. Validity of significance of content (validitas dan signifikansi isi)
b. Consistency with social realities (konsisten dengan realitas sosial)
c. Balance of breadth and depth (keseimbangan antara keluasan dan
kedalaman)
d. Provision for wide range of
objectives (ketentuan
untuk keluasan cakupan dari tujuan)
e. Learn ability and adaptability to
experiences of students
(pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan sesuai dengan pengalaman siswa)
f. Appropriateness to the needs and
interests of the students
(sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa).
Langkah
keempat dalam model Taba adalah organisasi isi, dimana terdapat tiga macam
organisasi kurikulum yaitu, sparated subject curriculum (kurikulum dalam
bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah), correlated curriculum (sejumlah
mata pelajaran dihubungkan antara satu dengan yang lainnya), dan broad field
curriculum (mengkombinasikan beberapa mata pelajaran). Pada langkah kelima
yaitu seleksi pengalaman belajar ini, Ella Yuleawati sebagaimana yang dikuti
oleh Arifin memberikan kriteria yang perlu dicermati.
a. Validitas, dapat diterapkan di
sekolah
b. Kelayakan dalam hal waktu, kemampuan
guru, fasilitas sekolah, dan pemenuhan terhadap harapan masyarakat.
c. Optimal dalam mengembangkan
kemampuan peserta didik.
d. Memberikan peluang untuk
pengembangan berpikir rasional
e. Memberikan peluang pengembangan
kemampuan peserta didik sebagai individu dan anggota masyarakat
f. Terbuka terhadap hal baru dan
toleransi terhadap perbedaan peserta didik.
g. Memotivasi belajar lebih lanjut.
h. Memenuhi kebutuhan peserta didik
i.
Memperluas
minat peserta didik
j.
Mengembangkan
kebutuhan pengembangan ranah kognitif, afektif, psikomotorik, sosial, emosi,
dan spiritual peserta didik.
Tahap
organisasi pengalaman belajar selanjutnya harus memperhatikan tingkat
perkembangan peserta didik. Pada tahap yang terakhir yaitu evaluasi dan cara
melakukan evaluasi Taba menganjurkan beberapa hal yaitu:
a. Criteria for a program of evaluation
(menentukan kriteria program penilaian)
b. A comprehensive evaluation program (menyusun program penilaian yang
menyeluruh)
c. Techniques for securing evidence (teknik mengumpulkan data)
d. Interpretation of evaluation data (menginterpretasikan data penilaian)
e. Translation of evaluation data into
the curriculum (menerjemahkan
data evaluasi ke dalam kurikulum)
f. Evaluation as a cooperative
enterprise.
(evaluasi sebagai usaha kerjasama)
Dakir
menyatakan bahwa model pengembangan kurikulum yang dikembangan Taba ini adalah
model terbalik yang didapatkan atas dasar data induktif, karena biasanya
pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-konsep yang datangnya dari atas
secara deduktif. Sedangkan model Taba ini dilaksanakan dengan terlebih dahulu
mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun
teori atas dasar hasil nyata, kemudian diadakan pelaksanaan.
Secara
lebih detail Nana Syaodih Sukmadinata menunjukkan lima langkah pengembangan
kurikulum model terbalik Taba. Pertama mengadakan unit-unit eksperimen bersama
guru-guru. Kedua, menguji unit eksperimen. Ketiga, mengadakan revisi dan
konsolidasi. Keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Kelima
adalah implementasi dan diseminasi.
Model
pengembangan kurikulum Tyler dan Taba dikategorikan ke dalam Rational Model atau
Objectives Model, karena keduanya berpendapat bahwa dalam pengembangan
kurikulum bersifat rasional, sistematis dan berfokus pada tujuan. Model
tersebut memiliki beberapa kelebihan dan juga kekurangan sebagai berikut.
Adapun
kelebihan Rational Model yaitu:
a. Menghindari kebingungan dimana para
pendidik dan para pengembang kurikulum memberikan suatu jalan yang tidak
berbelit-belit dan mempunyai pendekatan waktu yang efisien sehingga bisa
menemukan atau melakukan tugas kurikulum dengan baik.
b. Dengan menekankan pada peranan dan
nilai tujuan-tujuan (objectives), model ini membuat para pengembang
kurikulum bisa berpikir serius tentang tugas mereka.
c. Dengan tata urutan pengembangan
kurikulum dari tujuan, formulasi isi, aktivitas belajar, sampai pada evaluasi
sejauh mana tujuan-tujuan tersebut dicapai, merupakan daya tarik tersendiri
dari model ini.
Sedangkan
kelemahan Rational Model yaitu:
a. Latar belakang pengalaman dan
kurangnya persiapan diri seorang pendidik untuk berpikir dan mengembangkan
pemikirannya secara logis dan sistematis akan mengalami kesulitan dalam
menggunakan model ini.
b. Kurang jelasnya hakikat belajar
mengajar, karena seringkali pembelajaran justru terjadi di luar tujuan-tujuan
tersebut.
c. Terlalu berlebihan menekankan pada
formula hasil seperti mementingkan tujuan perilaku (behavior objectives).
2.
Audery dan Howard Nicholls
Audery dan Howard Nicholls mendefinisikan kembali metode
Tyler, Taba, dan Wheeler dengan menekankan pada kurikulum proses yang bersiklus
atau berbentuk lingkaran dengan langkah awalnya adalah analisis situasi. Mereka
menitikberatkan pada pengembangan kurikulum yang rasional, khususnya kebutuhan
untuk kurikulum baru yang muncul dari adanya perubahan situasi. Fase analisis
situasi ini merupakan sesuatu yang memaksa para pengembang kurikulum untuk
lebih responsif terhadap lingkungan dan terutama dengan kebutuhan anak didik.
Adapun langkah-langkah tersebut adalah:
a. Situational analisys (analisis situasi)
b. Selection of objectives (seleksi tujuan)
c. Selection and organization of
content (seleksi
dan organisasi isi)
d. Selection and organization of method
(seleksi dan organisasi metode)
e. Evaluation (evaluasi)
Model pengembangan Wheeler dan Nicholls termasuk ke dalam
model pengembangan kurikulum cycle models. Sama dengan rational
models, maka cycle models ini juga memiliki beberapa kelebihan dan
juga kelemahan. Adapun kelebihan dari cycle models adalah:
a. Memiliki struktur logis kurikulum
yang dikembangkannya
b. Dengan menerapkan situational
analysis sebagai titik permulaan dapat memberikan dasar data sehingga
tujuan-tujuan yang lebih efektif mungkin akan dikembangkan.
c. Melihat berbagai elemen kurikulum
sebagai asal yang terus menerus, sehingga dapat menanggulangi situasi-situasi
baru dan mempunyai konsekuensi untuk bereaksi terhadap perubahan situasi.
Sedangkan kelemahan dari cycle models adalah karena
model ini memiliki beberapa kesamaan dengan rational model maka
kelemahan yang dimiliki oleh model ini pun hampir sama dengan yang telah
diuraikan sebelumnya. Tetapi kelemahan yang lebih menonjol adalah membutuhkan
banyak waktu untuk menganalisis situasi belajar. Melihat kondisi juga bahwa
kebanyakan pendidik lebih suka mengandalkan intuisi daripada menggunakan basis
data yang sistematis dan sesuai dengan situasi.
3.
Malcolm
Skilbeck
Malcolm Skilbeck mengembangkan suatu interaksi alternative
atau model dinamis bagi proses kurikulum, yang disebut dengan model dynamic
in nature. Model ini menetapkan bahwa pengembang kurikulum harus
mendahulukan suatu elemen kurikulum dan memulainya dengan suatu urutan dari
urutan yang telah ditentukan oleh model rasional.
Jika dilihat bahwa susunan model ini secara logis termasuk
kategori rational by nature. Skillbeck sebagaimana yang dikutip oleh
Abdullah idi mengingatkan bahwa pengembang kurikulum perlu mendahulukan rencana
mereka dengan memulainya dari salah satu langkah dari langkah yang ada dan
meneruskannya dalam bentuk berurutan. Pengembang kurikulum juga harus mampu
mengatasi segala perbedaan dalam langkah-langkah tersebut secara bersamaan.
Model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh Walker
dan Skilback merupakan model pengembangan kurikulum Interaction Model atau
Dynamic Model. Adapun kelebihan dari model pengembangan kurikulum ini
adalah:
a. Memiliki prosedur yang lebih realistis
dan fleksibel untuk pengembangan kurikulum, khususnya dari sudut pandang guru
atau pendidik yang tentunya memiliki tugas yang banyak.
b. Pengembang lebih bebas dan menjadi
lebih kreatif dengan tidak dituliskannya tujuan-tujuan yang bersifat perilaku.
Sedangkan kelemahan dari model pengembangan ini adalah:
a. Dalam pelaksanaannya akan cukup
membingungkan karena pendekatannya yang tidak sistematis sehingga akan
memunculkan hasil yang kurang memuaskan.
b. Kurangnya penekanan dalam
menempatkan pembangunan dan penggunaan objectives serta
petunjuk-petunjuk yang diberikan.
c. Dengan tidak mengikuti susunan yang
logis dalam pengembangan kurikulum, para pengembang hanya membuang-buang waktu
sehingga kurang efektif dan efisien.
4.
Administratif
Model adminidtratif merupakan model pengembengan kurikulum
paling lama, model ini sering disebut “garis dan staf” atau
“top down” atau “ line staff”. Munculnya model tersebut berawal
dari inisatif dan gagasan pengembangan dari para administrator pendidikan
dan menggguanakan prosedur adminitrasi. Pengembangan model ini
bersentral pada wewenag dari pemerintahan pusat. Pemerintahan pusat melalui
pejabat pendidikan yang berwenang dalam semisal dirjen pendiikan membentuk
komisi pengarah pengembangan kurikulum. Anggota komisi pengarah
pengembangan kurikulum ini terdiri dari penjabat di bawah dirjen, para ahli
pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja
dan perusahaan.
Adapun tugas dari komisi pengarah kurikulum sebagai berikut:
1) menyiapkan rumusan falsasfah
2) merumuskan konsep-konsep dasar
3) merumuskan landasan
4) merumuskan kebijaksanaan
5) merumuskan strategi utama
6) merencanakan garis-garis besar kebijaksanaan
7) memberikan garis-garis besar kebijaksanaan
8) membentuk tujuan umum pendidikan.
Setelah komisi tersebut menyelesaikan tugas kemudian
membentuk dan mengkaji secara seksama, kemudian membentuk komisi kerja
penngembangan kurikulum. Para anggota komisi ini terdiri dari para ahli
kurikulum dan pendidikan, ahli disipiln ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru
bidang studi yang senior. Tugas dari tim kerja pengembangan bertugas
menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional, dijabarkan dari
konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yangntelah digariskan oleh tim pengarah.
Tugas dari tim kerja pengembangan kurikululum ini yaitu:
1) merumuskan tujuan-tujuan yang lebih
operasional dari tujuan umum
2) memilih dan menyusun sekeuens bahan
pelajaran
3) memilih strategi pengajaran dan
evaluasi
4) serta menyusun pedoman pelaksanaan
kurikulum tersebut bagi guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembang kurikulum,
hasil kerja dari komisi ini kemudian dikaji oleh tim pengarah serta para ahli
yang kompeten atau penjabat yang kompeten. Selanjutnya diadakan pengakajian
tahap selajutnya adalah uji coba. Pelaksanaan uji coba rancangan kurikulum
tersebut adalah sebuah komisi yang ditunjuk panitia pengarah yang anggotanya
sebagaian besar terdiri dari kepala sekolah. Setelah penelitian uji coba,
komisi pengarah menelaah atau mengevaluasi sekali lagi rancangan
kurikulum tersebut baru kemudian memutuskan pelaksanaanya. Apabila sudah
diputuskan untuk memakai pengambangan kurikulum maka komisi pengarah
pengembangan akan memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum
tersebut.
Pengembangan kurikulim model adminitratif tersebut
menekankan kegiatannya pada orang-orang terlibat pada yang terlibat sesuai
denagan tugas dan fungsinya masing-masing. Berhubung pengembangan kegiatan
berasal dari atas ke bawah, pada dasarnya model ini mudah dilaksanakan pada
Negara yang menganut sistem sentralisasi dan negara dengan kemampuan tenaga
pengajaranya masih rendah. Kelemahan-kelemahan model ini sebagi berikut :
a. kurang pekanya terhadap adanya
perubahan masyarakat, di samping juga karena kurikulum ini biasanya bersifat
seragam secara nasional sehingga kadang-kadang melupakan atau mengambaikan
adanya kebutuhan dan kekhususan yang ada pada tiap daerah
b. pada prinsipnya pengembangan
kurikulum dengan model ini bersifat tidak demokratis, karena prakarsa,
inisiatif dan arahan dilakukan melalui garis staf hirarkis dari atas ke bawah,
bukan berdasarkan kebutuhan dan aspirasi dari bawah ke atas;
c. pengalaman menunjukkan bahwa model
ini bukan alat yang efektif dalam perubahan kurikulum secara signifikan, karena
perubahan kurikulum tidak mengacu pada perubahan masyarakat, melainkan
semata-mata melalui manipulasi organisasi dengan pembentukkan macam-macam
kepanitian .
d. kelemahan utama dari model
administratif adalah diterapkannya konsep dua fase, yakni konsep yang mengubah
kurikulum lama menjadi kurikulum baru secara uniform melalui sistem sekolah
dalam dua fase sendiri-sendiri, yakni penyiapan dokumen kurikulum baru, dan
fase pelaksanaan dokumen kurikulum tersebut.
5.
Model
Grass Roots (dari bawah)
Jika pada pemgembangan model administratif kegiatan
pengembangan kurikulum berasal dari atas, model ini inisatif justru berasal
dari bawah, yaitu dari para penganjar yang merupakan para pelaksana kurikulum
di sekolah-sekolah. Model pengembangan kurikulum administratif bersifat
sentralisasi, sedangakan model grass roots akan berkembang pada sistem
pendidikan yang bersifat desentralisasi. Model ini mendasarkan diri pada
anggapan bahwa penerapan suatu kurikulum akan lebih efektif jika para
pelaksanaanya di sekolah sudah diikutsertakan sejak mula pengembangan kurikulum
itu.
Dalam model pengmbangan yang bersifat grass roots seorang
guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya
pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan
dengan suatu komponen kurikulum, satu bidang studi atau beberapa bidang studi
ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Pengembangan
model grass roots ini juga menuntut adanya kerja antara guru antara sekolah
secara baik, di samping juga harus ada juga kerja sama dengan pihak di luar
sekolah khususnya orang tua dan mayarakat.
Pada pelaksanaanya, para administrator cukup memberikan
bimbingan dan dorangan kepada staf pengajar. Setelah menyelesaikan tahap tertentu,
bisanya diadakan lokakarya untuk membahas hasil yang telah dicapai dan
sebaliknya merencanakan kegiatan yang akan dilakuakan selanjutnya. Pengikut
lokakarya di samping para pengajar dan kepala sekolah juga melibatkan orang tua
dan anggota masyarakat lainya, serta para konsultan dan para narasumber yang
lain. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan
guru-guru, fasilitasnya biaya maupun kemampuan bahan-bahan kepustakaan,
pengembangan model grass roots akan dilaksanakan lebih baik. Orientasi yang
demokratis dari rekayasa Model Grass Roots bertanggung jawab membangkitkan apa
yang menjadi dua aksioma kemantapan sebuah kurikulum :
a. Bahwa sebuah kurikulum hanya dapat
diterapkan secara berhasil apabila guru-guru dilibatkan secara intim dengan
proses pembuatan (konstruksi) dan pengembangannya
b. Bukan hanya para professional,
tetapi murid, orang tua, anggota masyarakat lain harus dimasukkan dalam proses
pengembangan kurikulum.
Hal ini didasarkan pada atas pertimbangan bahwa guru adalah peracana,
pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di sekolah. Dialah yang paling
tahu kebutuhannya di kelas , oleh karena itu dialah yang paling kompeten
menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip
pengemnbangan kurikulum yang dikemukakan oleh Smith, Stenley dan Shores
dalam Nana Syaodih Sukmadinata (1999: 163):
a. The curriculum will improve only as
the professional competence of teacher improves.
b. The competence of teacher will be
improved only as the teacher become involved personally in the problems of
curriculum revision
c. If teacher share in shaping the
goals to be attained, in selecting, definding, and sloving the problems tobe
encountered , and in judging, and evaluating the rusults, their involvement
will be most nearly assured.
d. As people meet in face-to-face
groups, the will be able to understand one another better and to reach a
consensus on basic principles, goals and plans.
Guru adalah sebagai kunci dalam rekayasa kurikulum yang
efektif, digambarkan pada (4) prinsip yang menjadi dasar Model Grass Roots,
yaitu :
a. kurikulum akan baik apabila
kemampuan profesioanl guru baik
b. kompetensi guru akan membaik apabila
guru terlibat secara pribadi dalam masalah-masalah peibaikan (revisi) kurikulum
c. jika guru urun rembug dalam
membentuk tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam memilih, mendefinisikan,
memecahkan masalah yang akan dihadapi, mempertimbangkan dan menilai hasil maka
keterlibataimya paling terjamin
d. karena orang bertemu dalam kelompok,
tatap muka, mereka akan dapat memahami satu sama lain lebih baik dan untuk
mencapai suatu konsensus berdasarkan prinsip-prinsip dasar, tujuan-tujuan dan
rencana-rencana
Secara singkat diagram kerja pengembangan model grass roots
sebagai berikut: Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungking
hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi
munngking pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain,
atau keseluruhan bidang studi sekolsh atau daerah lain. Keuntungan dari
model ini adalah proses pengambilan keputusan terletak pada pelaksana,
mengikutsertakan pihak bawah khussnya para staff mengajar dan memungking
terjadinya kompetensi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang
pada giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.
6.
Beuchamp
Sesuai dengan namanya, model ini diformulasikan oleh G.A.
Beauchamp (1964) , yaitu mengemukan ada lima langkah penting dalam pengembilan
keputusan pengembangan kurikulum. Menurut Beauchamp untuk nierancang
sebuah kurikulum harus ditempuh lima (5) langkah. Langkah Pertama, Pejabat
pemerintah yang berwenang dalam pengembangan kurikulum harus menentukan lebih
dahulu lokasi atau wilayah yang akan dijadikan pilot proyek untuk pengembangan
kurikulum. Pemilahan lokasi atau wilayah yang ditentukan sesuai dengan skala
pengembangan kurikulum yang telah direncanakan. Bila kurikulum yang ingin
dikembangkan berskala makro atau nasional, maka wilayah atau lokasi yang akan
dijadikan pilot proyek adalah propinsi, seandainya bersifat daerah atau
berskala mikro maka kabupaten dapat dijadikan lokasi pilot proyek.
Langkah Kedua, Setelah wilayah atau lokasi yang akan menjadi
pilot proyek sudah ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah menentukan
personalia yang akan ikut terlibat di dalam pengembangan kurikulum. Beauchamp
melibatkan orang-orang dari staf ahli kurikulum, pakar kurikulum dari perguruan
tinggi dan guru-guru sekolah yang telah dipilih, pakar pendidikan, masyarakat
yang dihimpun dari berbagai kalangan yaitu dari pengarang atau penulis,
penerbit, politikus, pejabat pemerintah, pengusaha dan industriawan.
Langkah Ketiga, Bila personalia sudah disusun dengan baik
maka langkah berikutnya adalah pengorganisasian person-person tersebut dalam
lima (5) tim yang terdiri dari :
a. tim pengembang kurikulum
b. tim peneliti kurikulum yang sedang
dipakai atau sedang dipergunakan
c. tim untuk mempelajari kemungkinan
penyusunan kurikulum bam
d. tim perumus untuk kriteria-kriteria
kurikulum yang akan disusun.
e. tim penyusun dan penulis kurikulum
baru
Sedangkan prosedur kerja yang akan dilalui adalah sebagai
berikut :
a. merumuskan tujuan baik tujuan umum
maupun tujuan khusus
b. memilih atau menseleksi materi
c. menentukan pengalaman belajar
d. menentukan kegiatan dan evaluasi
e. menentukan desain
Langkah Keempat, Pada langkah ini ditentukan implementasi
kurikulum. Pelaksanaan kurikulum mempakan pekerjaan yng cukup rumit karena
membutuhkan kesiapan dalam banyak hal, seperti guru sebagai pelaksana kurikulum
dikelas, fasilitas, siswa, dana, manajerial pimpinan sekolah atau administrator
sekolah.
Langkah Kelima, Setelah semua kebutuhan untuk kepentingan
pelaksanaan atau implementasi terpenuhi dan sudah dapat dilaksanakan, maka
langkah berikutnya yang merupakan langkah terakhir dari pengembangan kurikulum
model beauchamp adalah mengevaluasi kurikulum.
Beauchamp mengemukakan hal-hal yang harus dievaluasi, yaitu
:
a. Evaluasi terhadap pelaksanaan
kurikulum oleh guru
b. Evaluasi terhadap desain kurikulum
c. Evaluasi terhadap hasil belajar
siswa
d. Evaluasi terhadap sistem dalam
kurikulum
Pengembangan kurikulum model Beauchamps memandang
pengembangan kurikulum tersebut dalam prosesnya secara menyeluruh. Keuntangan
model ini adalah adanya penegasan areana yang kiranya akan mempermudah dan
memperjelas ruang lingkup kegiatan. Kelemahan seperti halnya model
administratif, adlah kurang pekanya terhadap perubahan masyarakat dan kurang
memperhatikan keadaaan daerah yang antara satu dengan lainnya menuntutnya ada
kekhususan-kekhususan tertentu.
7.
Roger
Interpersonal Relations Model
Meskipun Rogers bukan seorang ahli pendidikan tetapi ahli
psikologi tetapi konsep-konsepnya, tetaapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi
khusunya dalam membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang
pendidikan dan bidang pendidikan. Dia sangat terkenal dengan pendekatan
"nondirectve" dan "humanistic" dalam pengajaran dan
perencanaan kurikulum. Memang ia banyak mengukapkan konsepnya tentang
perkembangan dan perubahan individu.
Muriel Crosby dalam bukunya yang berjudul "Who
changes the Curriculum and?" dan diterbitkan oleh Allyn & Bacon
Publishers pada tahun 1970 mengungkapkan : "perubahan kurikulum adalah
perubahan manusia" (Curriculum change is people change) sangat berkait
erat dengan konsep yang dikemukakan Carl Rogers melalui model pengembangan kurikulum
yang berpusat pada perubahan manusia (people change).
Menurut Rogers manusia berada dalam proses perubahan
(becoming, developing, chaging), sesungguhnya ia memepunyai kekuatan dan
potensi untuk berkembang sendir, tetapi karena ada hambatan-hambatan
tertentu ia membutuhkan orang untuk membantu mempelanacar atau
memepercepat perubahan tersebut. Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya
untuk membantu mempelancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta
pendidik lainya bukan memberikan informassi apalagi penentu perkembangan
anaknya, mereka hanyalah pendorong dan pemenlancar perkembangan anak.
Rogers memperluas tentang terapi sebagai suatu model belajar
untuk pendidikan : ia percaya bahwa hubungan antar insani yang positif
memungkinkan orang tumbuh dan oleh karenanya pengajaran harus berdasarkan
konsep human relation bukan pada mata pelajaran. Guru berperan sebagai
fasilitator yang memiliki personal relationship dengan siswa dan membimbing
pertumbuhan dan perkembangan mereka.
Salah satu cara untuk proses itu adalah melalui proses
pendidikan, sebab pendidikan merupakan upaya untuk memperlancar dan mempercepat
perubahan pada diri manusia, Guru serta unsur-unsur pendidik lainnya bukan
sebagai pemberi informasi atau penentu perkembangan anak, tetapi mereka hanya pendorong
dan yang memperlancar perkembangan individu yang belajar.
Dengan model pengembangan kurikulum interpersonal relation
ini, Carl Rogers berpendapat, bahwa kurikulum diperlakukan dalam rangka
mengembangkan individu yang terbuka, luwes dan adaptif terhadap situasi
perubahan.
Kurikulum tersebut hanya dapat disusun dan diterapkan oleh
unsur-unsur pendidikan serta yang lainnya yang terbuka, luwes dan berorientasi
pada proses. Untuk itu diperiukan pengalaman kelompok dalam latihan sensitif
(sensitivity traming).
Ada empat tahap dalam pengembangan kurikulum model
"Rogers Interpersonal Relation", yaitu:
a.
Pemilihan
suatu target sistem pendidikan
Penentuan target ini berdasarkan kriteria yang menjadi
pegangan yakni adanya kesediaan dari administrator / pejabat pendidikan untuk
turut serta dalam kegiatan kelompok intensif
Selama satu minggu para administrator / pejabat pendidikan
melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang rileks / tidak formal, untuk itu
diperlukan suatu tempat khusus yang agak terpisahjauh dari kehidupan
kerja.Melalui kegiatan kelompok itu, mereka akan mengalami perubahan-perubahan
sebagai berikut:
1) Tidak terlalu mempertahankan
pendiriannya, sehingga dapat menerima saran orang lain.
2) Lebih mudah untuk menerima ide-ide
pembaharuan.
3) Mampu mengurangi kekuasaan
birokratis.
4) Komunikasinya lebih jelas serta
realistis terhadap atasan, teman sebaya dan bawahan
5) Lebih berorientasi pada sifat
kemanusiaan dan demokratis
6) Lebih terbuka untuk menyelesaikan
perselisihan antar sesama anggota kelompok.
7) Lebih mampu untuk menerima saran dan
kritik demi perbaikan.
b. Pengalaman kelompok yang intensif
bagi guru
Pertemuan selama seminggu atau pertemuan yang diadakan dalam
minggu akhir yang panjang perlu diadakan untuk saling mengenal antar sesama
peserta. Dalam pertemuan tersebut diharapkan terjadi pertukaran informasi.
Demikian pula guru yang skeptis dan menentang mungkin akan melihat pembaharuan
dari sisi lain, sehingga kemungkinan besar terjadi perubahan sikap menerima.
Keikutsertaan guru dalam kelompok sebaiknya bersifat
sukarela. Efek yang akan diterima guru-guru sama dengan para administrator
pendidikan, dengan beberapa tambahan sebagai berikut:
a) Lebih mampu untuk mendengarkan
keluhan siswa
b) Mau menerima pembaharuan melalu
peritiwa "siswa menggangu" kelas oleh siswa tertentu dari pada siswa
yang pendiam.
c) Sangat perhatian terhadap
hubungannya dengan para siswa, begitu juga yang dilakukannya terhadap isi mata
pelajaran.
d) Masalah yang timbul dipecahkan
bersama dengan para siswa dan tidak melalui tindakan hukuman.
e) Mampu mengembangkan suasana kesamaan
hak dan kewajiban sehingga timbul suasana demokratis di dalam kelas.
c.
Pengembangan
pengalaman kelompok vanp intensif bagi kelas
Caranya mengikutsertakan satu unit kelas dalam pertemuan
lima hari. Selama lima hari penuh siswa ikut serta dalam kelompok secara aktif,
den^an fasilitator para guru, administrator pendidikan, dan administrator dari
luar. Dengan kegiatan itu diharapkan menumbuhkan suasana hubungan yang baik
antara siswa yang satu dengan yang lain. Perubahan yang terjadi pada diri
siswa:
1) Merasa bebas mengemukakan
pendapatnya didalam kelas
2) Semangat untuk belajar bertambah,
karenanya timbul persaingan yang sehat untuk pandai.
3) Memiliki tenggang rasa dalam
hubungan antar siswa di dalam pergaulan sehari- hari.
4) Tidak mempunyai rasa tertekan karena
tidak mengenal istilah hukuman yang bersifat fisik.
5) Dia hormat dan patuh pada guru
maupun admistrator karena adanya wibawa.
6) Mempunyai anggapan bahwa dengan
belajar akan mampu menghadapi kehidupan masa depan.
d.
Keterlibatan
orang tua dalam pengalaman kelompok yang intensif
Kegiatan ini dapat dikordinasi oleh persatuan orang tua pada
masing-masing sekolah. Kegiatan kelompok berlangsung selama tiga jam tiap sore
selama satu minggu atau dua puluh satu jam selama tiga hari terus menerus. Jika
kemungkinan, pertemuan demikian agar berbarengan dengan pertemuan unit kelas.
Tujuan utama kegiatan ini adalah supaya orangtua, staf pengajar dan pimpinan
sekolah atau administrator pendidikan lainnya dapat saling mengenal secara pribadi
sehingga memudahkan pemecahan-pemecahan persoalan-persoalan yang dihadapi dunia
pendidikan, khususnya persekolahan. Carl Rogers juga menyarankan, kalau mungkin
ada pengalaman kegiatan kelompok yang bersifat campuran kulminasi dari model
interpersonal adalah diselenggarakannya kelompok-kelompok vertical ("vertical
groups") yang diikuti oleh partisipan. Perubahan kurikulum yang
berhasil dapat dicapai bila ada hubungan efektifsecara horizontal dan across
status-role lines.
Saran Carl Rogers tersebut adalah perlunya diadakan
pertemnan vertical yang mendobrak hierarki birokrasi dan status sosial. Peserta
kegiatan tersebut terdiri dari dua orang administrator, dua orang pimpinan
sekolah, dua orang stafpengajar dan dua orang siswa.
Model pengembangan kurikulum ini mengutamakan hubungan antar
pribadi yaitu penciptaan suasana akrab antar unsur-unsur pendidikan yang
terlibat didalam pengembangan kurikulum, yaitu : adnunistrator, pimpinan
sekolah, guru-guru serta para siswa, kebaikkannya antara lain :
1) Sedikit kemungkinan terjadinya
tekanan hierarld yang bersifat menghambat, sehingga diharapkan dapat menerapkan
kurikulum yang lebih besar.
2) Masing-masing unsur pendidikan
khususnya yang terlibat langsung dalam pelaksanaan kurikulum, yaitu para guru
tidak ragu mengemukakan pendapat dan gagasannya dalam pengembangan kurikulum
3) Tidak timbul adanya dominasi kuat
dari pihak "pusat/atas" untuk
4) memaksakan kehendak politik di
bidang pendidikan khususnya pengembangan kurikulum.
Ada tampaknya hal yang dapat dianggap sebagai tanda-tanda
kelemahan / kekurangan pada model "Rogers Interpersonal Relation "
dalam pengembangan kurikulum antara lain:
a. Tampaknya tidak ada batas hubungan
antara siswa dengan guru atau unsur pendidik lainnya, sehingga dikhawatirkan
luntumya rasa hormat pada diri siswa.
b. Memerlukan waktu yang lama dan sulit
ditargetkan untuk penyelesaian secara tuntas dalam penyusunan kurikulum baru
sebagai hasil dari pengembangan kurikulum.
c. Memerlukan biaya yang tidak sedikit,
mengingat banyaknya unsur yang terlibat sertajenis kegiatan yang dilakukan.
d. Keterlibatan berbagai unsur
pendidikan dalam proses pengembangan kurikulum tersebut, kemungkinan besar
mengakibatkan kesulitan dalam pengorganisasiannya.
8.
D.
K. Wheeler
Dalam bukunya yang cukup berpengaruh, Curriculum Process, Wheeler
(1967) mempunyai argumen tersendiri pengembangan kurikulum (curriculum
developers) dapat menggunakan suatu proses melingkar (a cycle process), yang
namanya setiap elemen saling berhubungan dan bergantungan.
Pendekatan yang digunakan Wheeler dalam pengembangan
kurikulum pada dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah kurikulum pada
dasarnya memiliki bentuk rasional. Setiap langkah (phase)nya merupakan
pengembangan secara logis terhadap model sebelumnya, di mana secara umum
langkah tidak dapat dilakukan sebelum langkah-langkah sebelumnya telah
diselesaikan. Sebagai mantan akademisi Univerrsity of Western Australia,
Wheeler mengembangkan ide-idenya sebagimana yang telah dilakukan pleh Tayler
dan Taba. Wheeler menawarkan lima langkah itu jika dikembangkan dengan logis
temporer, akan menghasilkan suatu kurikulum yang efektif. Dari lima langkahnya
ini, sangat tampak bahwa Wheeler mengembangkan lebih lanjut apa yang telah
dilakukan Tyler dan Taba meski hanya dipresentasikan agak berbeda.
Langkah-langkah atau phases Wheeler (Wheeler’s phases)
adalah:
a. Selection of aims, goals, and
objectives (seleksi maksud, tujuan, dan sasarannya)
b. Selection of learning exprerinces to
help achieve these aims, goals and objectives (seleksi pengalaman belajar untuk
membantu mencapai maksud, tujuan, dan sasaran.)
c. Selection of content through which
certain types of experiences may be offered (Seleksi isi melalui tipe-tipe
tertentu dari pengalaman yang mungking ditawarkan)
d. Organization and intergration of
learning exprinces and content with respect to the teaching learning process
(organisasi dan intergrasi pengalaman belajar dan isi yang berkenaan dengan
proses belajar dan mengajar)
e. Evalution of esch phase and the
problem of goals (evaluasi setiap fase dan masalah-masalah tujuan)
Kelebihangan
dari model adalah :
a. Memasukan berbagi kematangan yang
berhubungan dengan objectives
b. Struktur logis kurikulum yang
dikembangkannya
c. Menerapkan situasiasional analisys
sebagai titik permulaan
Kekurangan
dari model ini:
a. Wajahnya yang bersifat logis
b. Pengimplementasinya
D.
Hubungan model-model pengembangan
kurikulum dengan sejarah perkembangan
kurikulum
Kita lihat dizaman sekarang begitu banyak model-model
pengembangan kurikulum yang telah digunakan dinegara Indonesia. Dari
masing-masing model pengembangan kurikulum tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing.
Kurikulum di Indonesia seiring berjalannya waktu terus
berkembang untuk memperbaiki system pendidikan di Indonesia.
Berdasarkan sejarah kurikulum ketika dihubungkan dengan
model-model pengembangan kurikulum yang digunakan dari kurikulum tahun 1945
sampai kurikulum 2013 yang kita kenal dengan sebutan K13 yaitu bahwa
model-model pengembangan kurikulum sangat membantu dalam mengembangkan
kurikulum yang ada di Indonesia. Dari berbagai macam model pengembangan
kurikulum dapat digunakan dengan mengaitkan antara satu model dengan model yang
lain dan juga dengan berbagai macam model pengembangan kurikulum dapat menutupi
kelemahan antara model yang satu dengan model yang lainnya, sehingga dapat
memudahkan pemerintah dalam proses pengembangan kurikulum itu sendiri.
Yang mana kita
ketahui bersama bahwa ketika model pengembangan kurikulum yang di gunakan untuk
proses pengembangan kurikulum di Indonesia hanya satu, akan membuat pemerintah
kesulitan dalam melakukan evaluasi untuk system pendidikan yang digunakan di
Indonesia. Sehingga dengan begitu banyak model pengembangan kurikulum akan
sangat membantu proses evaluasi kurikulum yang akan digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulah Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Pratik. Ar RUZZ: Jogjakarta
Burhan Nurgiyantoro. 1988. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah (Sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan). BPFE : Jogajakarta
http://www.retcia.com/2011/12/model-model-pengembangan-kurikulum.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar